Inews Combat Sports – Tahun 2025 menjadi panggung istimewa bagi dunia MMA. Bukan hanya soal sabuk juara yang berpindah tangan atau nama besar yang pensiun, tetapi tentang pertarungan yang membakar emosi penonton. Di dalam oktagon, para petarung menghadirkan kisah tentang keberanian, ketahanan, dan harga diri. Setiap ronde terasa seperti bab dalam novel penuh ketegangan. Tahun ini, penggemar tidak hanya disuguhi duel keras penuh darah, tetapi juga pertunjukan teknik, strategi, dan mental baja. Dari UFC hingga PFL, para atlet tampil tanpa setengah hati. Banyak laga berakhir tanpa gelar juara, namun justru dikenang lebih lama daripada kemenangan angka. Di antara semua itu, satu pertarungan berdiri paling tinggi, menyatukan brutalitas dan keindahan, hingga layak disebut sebagai Fight of the Year versi MMA Fighting.
Joshua Van vs. Brandon Royval, Perang Tiga Ronde Bersejarah
Pertarungan Joshua Van melawan Brandon Royval di UFC 317 menjadi definisi “beautiful violence”. Van datang sebagai petarung tanpa peringkat, menerima laga dadakan hanya tiga minggu sebelum acara. Lawannya bukan sembarang nama, melainkan mantan penantang gelar kelas terbang. Ekspektasi publik sederhana: duel seru. Kenyataannya jauh melampaui itu. Selama tiga ronde, Van dan Royval melepaskan hampir 800 serangan, sebuah rekor baru dalam laga tiga ronde UFC. Keduanya mendaratkan lebih dari 200 significant strikes masing-masing, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Van mencetak satu-satunya knockdown yang akhirnya mengamankan kemenangan. Lebih dari hasil, laga ini mengubah peta divisi flyweight. Van melonjak sebagai penantang nomor satu, sementara Royval, meski kalah, justru menuai respek universal.
“Baca Juga : Gaethje vs Pimblett: Duel Seru di UFC 324 yang Tak Boleh Dilewatkan“
Usman Nurmagomedov vs. Paul Hughes, Dominasi yang Diuji
Usman Nurmagomedov dikenal sebagai mesin kemenangan yang nyaris tak tersentuh. Namun pada Januari 2025 di PFL Dubai, Paul Hughes datang membawa keberanian dan keyakinan. Sejak ronde awal, Hughes menekan dengan kombinasi tajam dan serangan ke tubuh yang melelahkan. Untuk pertama kalinya, Nurmagomedov dipaksa bertarung dalam zona tidak nyaman. Meski begitu, ia menunjukkan mengapa namanya disegani. Tendangan ke kaki depan Hughes dan pukulan konsisten menjaga laga tetap seimbang. Hingga ronde akhir, keduanya bertukar serangan dengan wajah penuh darah dan keringat. Nurmagomedov akhirnya menang melalui majority decision, tetapi kemenangan itu terasa mahal. Hughes keluar sebagai simbol penantang sejati, sementara Nurmagomedov mendapatkan ujian terberat sepanjang kariernya.
Holloway vs. Poirier 3, Perpisahan yang Sarat Emosi
Trilogi Max Holloway dan Dustin Poirier di UFC 318 adalah kisah tentang penutupan lingkaran. Poirier masuk oktagon untuk terakhir kalinya, bertekad meninggalkan segalanya di arena. Holloway, yang kalah dua kali sebelumnya, membawa misi balas dendam. Sejak ronde pertama, Holloway menekan tanpa henti, bahkan menjatuhkan Poirier. Namun “The Diamond” menolak menyerah. Ia membalas dengan knockdown dan kombinasi tajam, menunjukkan hati seorang pejuang sejati. Lima ronde berjalan seperti roller coaster emosi. Holloway menang, tetapi sorotan justru tertuju pada Poirier yang berpamitan dengan kepala tegak. Laga ini bukan sekadar duel teknik, melainkan perayaan karier dan keberanian, menjadikannya salah satu pertarungan paling berkesan di 2025.
“Baca Juga : Merab Dvalishvili mempertahankan gelar juara kelas bantamnya melawan Petr Yan“
Nazim Sadykhov vs. Nikolas Motta, Ledakan Singkat yang Brutal
Tidak semua pertarungan hebat harus berlangsung lama. Duel Nazim Sadykhov dan Nikolas Motta di UFC Baku hanya berjalan sedikit lebih dari sembilan menit, namun intensitasnya luar biasa. Motta memulai dengan agresi total, mencoba menghabisi Sadykhov sejak awal. Petarung tuan rumah itu bertahan, menyerap tekanan, lalu membalas dengan kekuatan yang sama ganasnya. Elbow tajam, pukulan liar, dan teriakan penonton Azerbaijan menciptakan atmosfer tak terlupakan. Di ronde kedua, Sadykhov mengurung Motta di pagar dan menghujaninya dengan pukulan, diakhiri right hand mematikan. Motta bahkan harus membayar mahal dengan rahang patah. Laga ini menjadi bukti bahwa keberanian dan determinasi bisa menciptakan legenda, meski dalam waktu singkat.
Petr Yan vs. Merab Dvalishvili 2, Masterclass Lima Ronde
Rematch Petr Yan dan Merab Dvalishvili di UFC 323 memperlihatkan bagaimana adaptasi mengubah segalanya. Jika pertemuan pertama didominasi tekanan gulat Merab, kali ini Yan datang dengan jawaban. Ia menahan takedown dan memaksa duel berdiri, wilayah di mana ia unggul. Lima ronde berlangsung dengan tempo tinggi. Merab tetap tanpa henti, tetapi Yan lebih presisi, memenangi banyak pertukaran liar. Meski beberapa kali melukai lawannya, Yan tetap disiplin, menjaga energi hingga akhir. Keputusan juri mengembalikan sabuk ke tangannya. Pertarungan ini bukan sekadar kemenangan, melainkan pelajaran tentang strategi, kesabaran, dan kecerdasan bertarung di level tertinggi MMA.