
Inews Combat Sport – Islam Makhachev memasuki oktagon UFC 322 dengan satu ambisi sederhana namun sangat berat: menjadi juara dua divisi. Namun sejak detik pertama, terlihat jelas bahwa ia datang bukan hanya untuk menang, tetapi untuk menunjukkan dominasi penuh. Dengan teknik yang matang dan ketenangan luar biasa, ia mengendalikan ritme laga tanpa memberi ruang bagi Jack Della Maddalena untuk bernapas. Setiap gerakan terasa terukur, setiap serangan membawa pesan bahwa ia berada di level berbeda. Dan ketika bel akhir berbunyi, mimpi itu berubah menjadi kenyataan Makhachev resmi menjadi petarung ke-11 yang pernah memegang dua gelar di UFC.
Pertarungan baru berjalan beberapa detik ketika Makhachev menangkap kaki Della Maddalena lalu menjatuhkannya dengan sangat mudah. Momen itu seperti meruntuhkan kepercayaan diri sang juara bertahan. Dari posisi atas, Makhachev bergerak seperti tembok kokoh, menekan, mengunci, lalu perlahan membuka ruang untuk serangan berikutnya. Bahkan ketika upaya scramble dilakukan, posisi akhirnya tetap jatuh ke kendali sang petarung Dagestan. Pola permainan ini membuat publik menyadari bahwa duel tersebut bisa berakhir panjang dan berat untuk pihak yang tertekan sejak awal.
“Baca Juga : Isu Rodrygo Goes Menguat: Ketika Masa Depan Sang Bintang Madrid Mulai Dipertanyakan“
Pada ronde kedua, Della Maddalena sempat mendaratkan pukulan keras yang sekelebat memberi harapan. Namun Makhachev langsung merespons dengan clinch, lalu membawa pertarungan jatuh ke kanvas untuk kesekian kalinya. Setiap upaya serangan balik dari Della Maddalena selalu berakhir dengan takedown cepat dan kontrol superior dari Makhachev. Tak hanya itu, serangan calf kick yang konsisten di ronde-ronde berikutnya membuat mobilitas Della Maddalena terus menurun. Meski sang juara bertahan tidak menyerah, energi dan opsinya semakin terbatas seiring waktu berjalan.
Selama lima ronde, Makhachev menunjukkan kelas grappling yang menjadi ciri khas Dagestan. Ia berkali-kali membawa Della Maddalena ke ground tanpa kesulitan, lalu mengunci posisi tubuh sambil melancarkan pukulan dan siku pendek. Jemaat penonton melihat bagaimana setiap detik terasa semakin berat bagi Della Maddalena, yang hanya mampu bertahan sambil mencari celah tanpa pernah menemukannya. Bahkan ketika berhasil bangun, serangan berikutnya dari Makhachev langsung menjatuhkannya kembali. Kontrol total ini membuat skor final 50-45 terasa sangat wajar.
“Baca Juga : Jalan Terjal Timnas U-22 Menuju SEA Games 2025: Fokus, Data, dan Mimpi Besar“
Sesudah laga berakhir, Della Maddalena memilih meninggalkan oktagon tanpa memberikan wawancara. Ekspresinya cukup untuk menjelaskan betapa berat kenyataan itu diterima. Ia kehilangan gelar dalam pertahanan pertama dan tidak mampu menampilkan perlawanan berarti. Namun keberaniannya tetap mendapat penghormatan, karena ia tetap mencoba melawan hingga akhir. Sayangnya, malam itu adalah tentang seseorang yang berada dalam puncak performa dan seseorang yang tak menemukan cara untuk menjinakkannya.
Makhachev mengangkat dua sabuk di pundaknya dengan penuh kebanggaan, didampingi sang mentor Khabib Nurmagomedov. Namun setelah euforia itu mereda, perhatian langsung beralih pada daftar penantang yang mengintai. Nama-nama seperti Shavkat Rakhmonov, Kamaru Usman, Michael Morales, Carlos Prates, hingga pemenang duel Belal Muhammad vs Ian Machado Garry di UFC Qatar, semuanya mengincar kesempatan melawan sang legenda baru ini. Meski begitu, Makhachev tampak tak gentar. Dengan penuh percaya diri, ia menyampaikan keinginan untuk melakukan pertahanan gelar pertamanya di lokasi yang sangat ia dambakan tempat yang akan ia ungkap setelah rencana resmi diumumkan.