Inews Combat Sports – Laga tinju antara Jake Paul dan Anthony Joshua meninggalkan jejak panjang perdebatan. Meski Paul mampu bertahan hingga ronde keenam sebelum akhirnya tumbang KO, banyak pihak menilai performanya jauh dari kata heroik. Salah satu kritik paling tajam datang dari veteran UFC, Matt Brown. Baginya, kekalahan tersebut bukan kisah tentang keberanian atau ketangguhan, melainkan contoh bagaimana pertarungan dimanfaatkan sebagai mesin uang. Brown menilai sejak awal Paul tidak datang dengan mental untuk menang. Ia melihat gaya bertarung Paul lebih fokus menghindari pukulan dibanding membangun serangan. Dalam dunia olahraga tarung, sikap seperti itu memicu pertanyaan besar tentang makna kompetisi. Apakah bertahan hidup di ring sudah cukup untuk disebut pencapaian, atau kemenangan tetap menjadi satu-satunya tolok ukur sejati?
Matt Brown: “Dia Datang untuk Bertahan”
Dalam pernyataannya, Matt Brown secara gamblang menyebut Jake Paul “tidak datang untuk menang”. Ia menilai Paul hanya berputar di luar jangkauan Joshua demi menghindari KO, bukan untuk menciptakan peluang. Statistik mendukung kritik tersebut. Selama enam ronde, Paul hanya melepaskan sedikit pukulan dan minim tekanan. Bagi Brown, ini bukan bentuk kecerdikan taktik, melainkan tanda ketidaksiapan. Ia menegaskan bahwa seorang petarung sejati seharusnya tetap berusaha menyerang meski berada di bawah tekanan. Menurutnya, Paul sekadar memperpanjang waktu sampai tubuhnya tak sanggup lagi berlari. Kritik ini terasa keras, tetapi mencerminkan sudut pandang petarung yang menghabiskan hidupnya di olahraga dengan standar disiplin tinggi dan tuntutan mental yang kejam.
“Baca Juga : Merab Dvalishvili mempertahankan gelar juara kelas bantamnya melawan Petr Yan“
Respek pada Bisnis, Bukan pada Pertarungan
Meski keras mengkritik performa di ring, Matt Brown tetap memberi satu bentuk penghargaan pada Jake Paul. Ia mengakui kemampuan Paul membangun peluang bisnis yang luar biasa. Tidak semua orang mampu menciptakan laga bernilai jutaan dolar melawan mantan juara dunia seperti Anthony Joshua. Brown menyebut di titik inilah Paul pantas dihormati, sebagai pebisnis dan entertainer. Ia berhasil memanfaatkan popularitas untuk menciptakan momen besar yang disaksikan jutaan orang. Namun, Brown menegaskan garis tegas antara respek pada bisnis dan respek pada olahraga. Baginya, uang besar tidak otomatis mengubah kualitas pertarungan. Dunia tarung memiliki nilai-nilai tersendiri yang tidak bisa dibeli, salah satunya keberanian untuk benar-benar mencoba menang.
Soal Etos Kerja dan Latihan Sejati
Brown juga menyoroti aspek latihan Jake Paul. Ia meragukan kedalaman etos kerja Paul sebagai petinju. Menurutnya, stamina yang cepat habis menunjukkan kurangnya latihan berat yang biasanya dijalani petarung sejati. Brown menggambarkan rutinitas klasik dunia tarung: lari pagi sebelum matahari terbit, repetisi ekstra saat tubuh sudah lelah, dan disiplin tanpa sorotan kamera. Ia percaya peningkatan teknik Paul terjadi karena waktu, bukan karena dedikasi penuh. Dalam pandangannya, pengalaman panjang di gym membentuk mental dan fisik petarung, bukan sekadar sesi latihan yang dipoles untuk media. Kritik ini menyentuh inti perdebatan tentang legitimasi Jake Paul di dunia tinju profesional.
“Baca Juga : Anthony Joshua Knocks Out Jake Paul di Ronde 6 dalam Duel Kelas Berat“
Joshua Juga Tak Luput dari Kritik
Menariknya, Matt Brown tidak sepenuhnya memuji Anthony Joshua. Ia menilai Joshua seharusnya bisa mengakhiri laga lebih cepat. Menurut Brown, Joshua kurang efektif memotong ring dan beradaptasi dengan gaya lari Paul. Hal ini membuat pertarungan berlangsung lebih lama dari yang seharusnya. Meski akhirnya menang KO, performa Joshua dinilai belum maksimal. Kritik ini menunjukkan bahwa dari sudut pandang petarung, kemenangan pun tetap dievaluasi secara teknis. Tidak cukup hanya menang, tetapi bagaimana kemenangan itu diraih. Bagi Brown, pertarungan ini lebih menyoroti kelemahan taktis dibanding keunggulan luar biasa dari salah satu pihak.
Warisan atau Uang, Pilihan Jake Paul
Pada akhirnya, Matt Brown melihat arah karier Jake Paul dengan sangat jelas. Ia tidak percaya Paul mengejar warisan atau tempat dalam sejarah tinju. Menurutnya, Paul mengejar uang, dan dalam hal itu, ia menang besar. Brown menyebut bahwa puluhan tahun ke depan, orang hanya akan melihat kolom menang atau kalah, bukan jumlah ronde yang bertahan. Dalam dunia tarung, catatan itulah yang abadi. Namun, Brown juga mengakui bahwa jika tujuan Paul adalah finansial, maka ia berhasil melampaui banyak petarung sejati. Pertanyaannya kini sederhana: apakah Jake Paul ingin dikenang sebagai petarung, atau sebagai fenomena bisnis di dunia olahraga tarung?