
Inews Combat Sport – Nama Ronda Rousey kembali ramai diperbincangkan setelah pernyataannya yang menyinggung penggemar dan media MMA. Mantan juara UFC Women’s Bantamweight itu mengeluhkan sikap penggemar yang dianggapnya cepat berbalik arah setelah seorang petarung kalah. Dalam sebuah wawancara, Rousey mengatakan bahwa sebagian besar penggemar MMA hanya mendukung saat seorang atlet menang, tetapi cepat menghujat saat mereka kalah. Ia bahkan menyebut, “Saat kalah, orang akan berkata ‘kamu bukan siapa-siapa, dan tidak akan pernah jadi siapa-siapa.’” Namun, komentar tersebut justru menuai reaksi keras dari sejumlah legenda UFC, termasuk Matt Brown, yang menilai bahwa Rousey belum berdamai dengan masa lalunya.
Dalam podcast The Fighter vs. The Writer, Matt Brown berbicara blak-blakan mengenai sikap Rousey. Ia mengakui bahwa Ronda memiliki mental juara sejati, tetapi juga menyimpan banyak kemarahan yang belum terselesaikan. “Dia selalu membawa chip di pundaknya sendiri,” ujar Brown. “Sikap itu bagus saat masih bertarung, tapi sekarang dia tidak lagi di octagon. Saatnya tenang. Meditasi, yoga, atau bahkan liburan panjang mungkin akan membantu.” Brown juga menyebut bahwa sebagian besar penggemar sebenarnya tidak membenci Ronda, bahkan banyak yang masih ingin mendukungnya. Namun, menurutnya, Rousey sering menembak dirinya sendiri dengan ucapan-ucapan yang justru membuat publik menjauh. “Dia orang yang paling pandai menembak kakinya sendiri,” kata Brown sarkastik.
“Baca Juga : Dominik Szoboszlai Bersinar Saat Liverpool Taklukkan Aston Villa di Anfield“
Rousey pernah menjadi ikon terbesar UFC bersama Conor McGregor, dengan popularitas yang mendunia. Namun, semuanya berubah ketika ia mengalami kekalahan telak dari Holly Holm pada UFC 193 (2015). Kekalahan itu membuatnya mundur dari publik selama hampir satu tahun, sebelum akhirnya kalah lagi dari Amanda Nunes pada UFC 207 (2016) pertarungan terakhirnya di MMA. Sejak itu, Rousey tidak pernah membicarakan kekalahannya secara terbuka. Menurut Brown, hal ini menunjukkan bahwa Ronda belum benar-benar memproses rasa kecewa dan trauma dari masa lalu. “Sepertinya secara psikologis, dia masih terjebak di masa itu,” ujarnya. “Dia belum bisa menerima bahwa ia kalah. Padahal, semua petarung hebat pernah kalah. Tapi yang membedakan mereka adalah kemampuan untuk bangkit.”
Brown membandingkan pengalaman pribadinya dengan Rousey. Ia mengaku paham rasa frustrasi setelah kalah di pertarungan penting, tetapi memilih untuk bangkit dan memperbaiki diri. “Saya juga pernah marah setelah kalah. Tapi akhirnya saya sadar, masa lalu tidak bisa diubah,” ungkapnya. Ia menilai bahwa Ronda masih terjebak dalam emosi yang sama selama hampir satu dekade. “Itu bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa dia belum bisa berdamai dengan kenyataan,” kata Brown. Ia menambahkan bahwa jika Ronda bisa menerima masa lalunya, ia akan lebih dihormati oleh penggemar. “Ronda sebenarnya punya peluang besar untuk menjadi inspirasi baru, bukan sekadar legenda lama yang pahit.
“Baca Juga : Vinicius Junior dan Krisis Pemimpin di Real Madrid Menurut Salva Ballesta“
Selain menyerang penggemar, Rousey juga menyinggung Joe Rogan, komentator UFC sekaligus podcaster ternama. Dalam wawancara dengan komedian Bert Kreischer, Ronda menyebut Rogan “bukan ahli, hanya penggemar dengan audiens besar.” Ia menilai bahwa karena Rogan tidak pernah bertarung secara profesional, komentarnya tentang dunia MMA tidak sepenuhnya valid. Menanggapi hal itu, Matt Brown memberikan pandangan yang lebih objektif. Ia berkata, “Saya mengerti maksud Ronda. Joe memang bukan petarung, tapi itu bukan alasan untuk meremehkannya.” Menurut Brown, Rogan memiliki pengetahuan mendalam tentang dunia bela diri karena puluhan tahun mengamati, melatih, dan mewawancarai para petarung terbaik dunia. “Dia sudah cukup lama berada di industri ini untuk punya pandangan yang sangat terdidik,” tegas Brown.
Brown juga memperingatkan bahwa menyerang Joe Rogan adalah langkah yang tidak bijak. “Kalau ada satu orang di dunia ini yang tidak ingin kamu jadikan musuh, itu Joe Rogan,” ujarnya sambil tertawa. “Dia punya pengaruh besar di Amerika, dan audiensnya sangat loyal.” Brown menambahkan bahwa Rogan mungkin tidak peduli dengan serangan tersebut, tapi Ronda justru merugikan dirinya sendiri dengan memperburuk citra publiknya. “Tidak ada yang membenci Ronda sebenarnya. Tapi setiap kali dia bicara seperti itu, orang semakin kehilangan simpati,” katanya. Ia menyarankan agar Ronda mulai fokus pada hal positif, seperti kembali ke dunia akting atau memotivasi generasi baru petarung wanita. “Ronda bisa saja dua kali lebih besar dari sekarang kalau dia mau,” tambah Brown.
Di akhir pembicaraannya, Brown berharap agar Ronda bisa menemukan kedamaian batin dan melanjutkan hidup tanpa membawa beban masa lalu. “Dia masih punya kesempatan untuk memperbaiki narasinya,” ucap Brown. “Orang tidak akan mengingat kekalahanmu, tapi bagaimana kamu menanggapinya.” Ia percaya bahwa publik masih ingin mencintai Ronda seperti dulu, namun hal itu bergantung pada bagaimana ia memilih bersikap. “Sekarang, sayangnya, orang lebih mengenalnya sebagai seseorang yang tidak bisa menerima kekalahan,” kata Brown. “Padahal, dengan bakat dan karismanya, dia bisa jadi ikon yang jauh lebih besar dari sekadar petarung. Semoga suatu hari dia sadar bahwa menjadi legenda bukan hanya tentang menang, tapi juga tentang bagaimana kamu tumbuh setelah kalah.”