
Inews Combat Sport – Akhir pekan ini, mata dunia MMA tertuju pada sosok Matt Brown. Petarung asal Dagestan itu tengah bersiap menghadapi Jack Della Maddalena dalam laga utama UFC 322, demi merebut sabuk juara kelas welter. Jika menang, Makhachev akan menjadi petarung ke-11 dalam sejarah UFC yang meraih gelar di dua divisi berbeda. Rekor kemenangan beruntun sebanyak 15 kali dan empat kali mempertahankan gelar kelas ringan sudah cukup menempatkannya di jajaran elite UFC. Namun, pertanyaan besar muncul: apakah kemenangan di UFC 322 akan menjadikan Makhachev sebagai salah satu petarung terbaik sepanjang masa? Pertanyaan itu kini memicu perdebatan, termasuk dari salah satu legenda UFC, Matt Brown, yang melihat pencapaian Makhachev dengan pandangan lebih realistis.
Dalam wawancaranya di podcast The Fighter vs. The Writer, Matt Brown menyebut Makhachev memang luar biasa, tetapi belum pantas disebut greatest of all time atau GOAT. “Dia adalah petarung kelas ringan terbaik sepanjang masa, itu sudah pasti,” kata Brown. “Tapi untuk menyebutnya sebagai yang terbaik di seluruh sejarah UFC? Dia masih punya jalan panjang.” Brown membandingkan Makhachev dengan legenda seperti Anderson Silva, Jon Jones, dan Georges St-Pierre, yang membangun warisan mereka melalui dominasi bertahun-tahun dan banyak pertahanan gelar. Menurutnya, gelar di dua divisi tidak otomatis menempatkan seseorang di daftar teratas sepanjang masa. “Menjadi juara di dua kelas berat itu impresif, tapi belum cukup untuk menyebutnya GOAT,” ujarnya tegas.
“Baca Juga : Lamine Yamal Dicoret dari Timnas Spanyol, Ketegangan Barcelona dan RFEF Memuncak“
Sejarah mencatat, petarung legendaris selalu membangun reputasi mereka melalui konsistensi dan ketahanan waktu. Jon Jones memegang rekor 16 kemenangan dalam laga perebutan gelar. Georges St-Pierre mempertahankan sabuk juara kelas welter sembilan kali berturut-turut sebelum menambah prestasi dengan merebut gelar kelas menengah. Sementara Anderson Silva memegang rekor 10 pertahanan gelar berturut-turut sebelum dipecahkan oleh Demetrious Johnson. Dibandingkan dengan nama-nama itu, Makhachev masih dianggap “baru” dalam perjalanan kariernya. Ia memang memiliki kemampuan luar biasa, namun Brown menilai konsistensi selama bertahun-tahun adalah kunci utama untuk mendapat tempat di antara para legenda. “Untuk jadi GOAT, kamu harus bisa menjaga kehebatan itu dalam waktu lama. Dan itu, belum dia capai,” kata Brown.
Brown menegaskan, Makhachev memang memiliki peluang besar untuk mencapai status legendaris tetapi perjalanannya baru dimulai. Lawan-lawan di kelas welter jauh lebih berat secara fisik dan teknis. “Dia punya jalur yang sulit di depannya. Ada Shavkat Rakhmonov, Sean Brady, dan nama-nama lain yang sangat berbahaya,” ujar Brown. Makhachev, katanya, harus membuktikan diri dengan rentetan kemenangan di divisi baru ini. Jika berhasil mempertahankan performa dan meraih empat kemenangan beruntun di kelas welter, barulah dunia bisa mulai menyebutnya sebagai kandidat petarung terbaik sepanjang masa. Bagi Brown, kemenangan atas Della Maddalena hanyalah awal dari ujian sesungguhnya yang akan menentukan seberapa jauh Makhachev bisa melangkah di jajaran legenda UFC.
“Baca Juga : Jude Bellingham Serukan Persatuan Real Madrid Usai Hasil Imbang di Vallecas“
Matt Brown juga menyoroti perbedaan zaman antara Makhachev dan para legenda lama. Menurutnya, tingkat kompetisi di UFC saat ini jauh lebih ketat dibanding satu dekade lalu. “Para petarung sekarang jauh lebih komplet. Setiap orang punya kemampuan gulat, striking, dan jiu-jitsu yang seimbang. Tidak ada lagi celah besar seperti dulu,” katanya. Karena itu, Makhachev akan menghadapi tantangan lebih berat dibanding para pendahulunya. Namun, Brown juga mengakui bahwa jika Makhachev berhasil mendominasi di era sekompetitif ini, prestasinya akan lebih berarti. “Kalau dia bisa membuat rekor dalam kondisi kompetisi seketat sekarang, maka itu akan berbicara lebih banyak daripada sekadar angka,” tambahnya.
Bagi Brown, gelar juara hanyalah sebagian dari perjalanan menuju status legenda. Faktor lain seperti pengaruh terhadap olahraga, gaya bertarung, dan kemampuan bertahan di puncak menjadi penentu utama. “Kamu tidak bisa hanya melihat jumlah sabuk. Lihat bagaimana Jon Jones melawan semua tantangan selama satu dekade, atau bagaimana GSP mengubah cara orang memandang seni bela diri campuran,” ujar Brown. Ia menilai Makhachev sudah di jalur yang benar, tetapi butuh waktu untuk membuktikan dirinya. Menjadi juara di dua divisi hanyalah langkah awal, bukan akhir. Dunia akan melihat apakah Makhachev mampu menjaga dominasinya atau justru berhenti di tengah jalan seperti banyak juara lain sebelumnya.
Laga melawan Jack Della Maddalena di UFC 322 akan menjadi titik balik dalam karier Islam Makhachev. Kemenangan akan membuka pintu menuju status langka sebagai juara dua divisi. Namun, bagi Matt Brown, hasil pertandingan ini bukan penentu akhir dari warisan seorang Makhachev. “Dia punya semua alat untuk jadi petarung legendaris, tapi waktu akan menentukan,” katanya. Dunia MMA kini menunggu, apakah sang juara dari Dagestan itu mampu menembus batas sejarah dan menempatkan namanya sejajar dengan Jones, Silva, dan St-Pierre. Satu hal yang pasti, perjalanan menuju keabadian baru saja dimulai, dan UFC 322 mungkin menjadi bab pertama dalam kisah panjang menuju keabadian Islam Makhachev.