
Inews Combat Sport – Menjadi juara dunia kelas berat UFC bukan hanya soal kekuatan atau teknik tapi juga tentang keberanian menghadapi risiko terbesar: kematian. Itulah yang diakui oleh Tom Aspinall, petarung asal Inggris yang kini memegang gelar juara dunia kelas berat tak terbantahkan.
Dalam wawancaranya bersama Becky Anderson dari CNN, Aspinall mengaku bahwa setiap kali ia melangkah ke Octagon, ia sadar bahwa taruhannya bukan sekadar sabuk juara melainkan nyawanya sendiri.
“Pada dasarnya, kamu menaruh nyawamu di garis pertaruhan di depan jutaan orang. Kedengarannya ekstrem, tapi hal buruk bisa saja terjadi di sana,” ujarnya jujur.
Aspinall menegaskan, dirinya tentu tidak ingin mati di dalam arena, tetapi ia memahami risiko besar yang datang dengan profesinya. “Ini olahraga berbahaya. Tujuannya adalah untuk melukai lawan. Antara aku atau dia salah satu harus jatuh, dan itu tidak akan jadi aku,” katanya tegas.
Sabtu malam (25/10/2025) di Etihad Arena, Abu Dhabi, Aspinall akan berhadapan dengan Ciryl Gane, mantan juara interim UFC. Pertarungan ini menjadi pertahanan gelar pertamanya sejak ia resmi menyandang gelar juara dunia setelah Jon Jones pensiun pada Juni lalu.
Meskipun tidak merebut sabuk itu dengan mengalahkan juara bertahan secara langsung, Aspinall telah membuktikan dominasinya di kelas berat. Dengan rekor 8 kemenangan dan hanya 1 kekalahan, satu-satunya kekalahan yang ia alami pun akibat cedera lutut non-kontak hanya 15 detik setelah laga dimulai pada tahun 2022 melawan Curtis Blaydes.
Selain itu, Aspinall mencatat rekor luar biasa: rata-rata waktu tempur terpendek dalam sejarah UFC. Hampir semua kemenangannya diselesaikan di ronde pertama membuktikan efisiensi dan agresivitasnya di Octagon.
“Baca Juga : Klausul Rahasia Bruno Fernandes di Manchester United“
Meski kini berada di puncak karier, Aspinall tetap rendah hati. Ia menolak disebut sebagai “wajah baru UFC.”
“Aku tidak tahu apakah aku pantas disebut wajah UFC. Rasanya tidak adil bagi petarung besar lainnya,” ucapnya dengan tenang.
Namun, di balik kerendahan hatinya, terselip rasa bangga atas perjalanan panjangnya menuju puncak. “Sejak pertama kali aku mengenakan sarung tangan tinju, inilah tempat yang selalu kuimpikan. Dan bertahun-tahun kemudian, aku benar-benar ada di sini,” tambahnya.
Aspinall tumbuh di Manchester, dari keluarga pekerja keras yang selalu menanamkan nilai disiplin dan ketekunan. Ia sering disebut sebagai sosok yang mewakili semangat petarung sejati tanpa banyak bicara, tapi selalu membuktikan lewat aksi.
Bagi banyak penggemar, kisah Aspinall adalah cerminan mimpi yang menjadi nyata. Dari petarung lokal di Inggris hingga menjadi juara dunia UFC, perjalanannya penuh dedikasi dan kerja keras.
Namun, tidak semua bagian dari kisahnya mulus. Setelah cedera parah di tahun 2022, Aspinall sempat ragu apakah ia bisa kembali ke level tertinggi. Tapi, bukannya menyerah, ia malah menggunakan masa pemulihan itu untuk membangun kekuatan mental dan tekniknya. Kini, ia kembali lebih tangguh dari sebelumnya.
Kesuksesannya bukan hanya hasil dari fisik luar biasa, tetapi juga dari ketahanan mental yang jarang dimiliki petarung lain. “Aku mencoba tetap fokus pada apa yang ada di depan mata. Semua orang bicara tentang masa depan, tapi bagiku, yang penting adalah pertarungan berikutnya,” katanya.
“Baca Juga : Liverpool Memasuki Era Sulit di Bawah Arne Slot: Waktunya Revolusi Lini Belakang“
Nama besar Aspinall kini membuatnya dikaitkan dengan wacana unik dari mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang berencana menggelar pertarungan UFC di halaman Gedung Putih.
Bagaimana reaksinya? Aspinall menjawab tanpa ragu.
“Jika ditawarkan padaku? Tentu saja aku mau. Aku akan bertarung di mana saja di dunia ini,” katanya sambil tersenyum.
Ia menambahkan, selama dirinya masih juara, siapapun penantangnya akan dihadapi. Bagi Aspinall, lokasi bukan masalah pertarungan adalah panggilan hidupnya.
Aspinall juga menilai bahwa keterlibatan tokoh besar seperti Trump bisa meningkatkan eksposur UFC secara global. “Setiap kali sosok besar seperti itu terlibat, perhatian dunia akan tertuju pada olahraga ini,” jelasnya.
Menjelang laga besar di Abu Dhabi, Aspinall mengaku sedang berusaha mengendalikan emosinya.
“Saat emosiku mulai naik, aku harus menenangkan diri dan bilang ke diri sendiri: aku hanya perlu siap sebelum jam 11 malam pada hari Sabtu,” tuturnya.
Bagi Aspinall, setiap kali melangkah ke Octagon bukan sekadar kompetisi tapi momen eksistensial antara hidup dan mati. Kesadaran akan risiko itu justru membuatnya semakin menghargai setiap detik di atas ring, setiap napas, dan setiap pukulan.
“Semua yang aku lakukan di sana adalah hasil dari cinta terhadap olahraga ini. Aku tahu risikonya, tapi aku juga tahu kenapa aku di sini,” ujarnya.