iNews Combat Sports – Dunia tinju kerap menghadirkan cerita inspiratif dari petinju-petinju yang tak terkalahkan di atas ring. Salah satu kisah menarik adalah perjalanan George Edward Foreman III, putra dari legenda tinju kelas berat George Foreman. Dengan rekor 18 kemenangan tanpa kekalahan (17 KO) dan rasio knockout (KO) mencapai 94%, George Foreman III mencatatkan namanya di dunia tinju. Namun, kariernya memunculkan pertanyaan besar: sejauh mana ambisinya dalam olahraga ini?
George Foreman III, yang dijuluki Monk, memulai debut profesionalnya pada tahun 2009. Dalam pertarungan pertamanya, ia berhasil mengalahkan Shannon Caudle hanya dalam waktu 100 detik. Kemenangan ini menjadi awal dari perjalanan panjangnya di dunia tinju, tetapi juga mencerminkan pola yang terus berulang: melawan lawan dengan pengalaman minim.
Dari 18 kemenangannya, sebagian besar diraih melawan petinju yang baru memulai karier atau memiliki rekor buruk. Sebagai contoh:
Hal ini menimbulkan kritik bahwa karier Foreman III lebih diarahkan untuk menjaga nama besar keluarga, daripada mengejar prestasi seperti sang ayah.
George Foreman Sr adalah nama besar di era emas tinju, bertarung melawan legenda seperti Muhammad Ali, Joe Frazier, dan Ken Norton. Ia tidak hanya menjadi juara dunia kelas berat, tetapi juga mencatatkan sejarah sebagai juara dunia tertua di usia 45 tahun.
Berbeda dengan ayahnya, George III tampaknya tidak menunjukkan ambisi besar untuk melawan petinju-petinju papan atas. Alih-alih bersaing di level tinggi, ia terlihat nyaman membangun rekor dengan melawan lawan yang lebih lemah.
Banyak pengamat menilai bahwa rekor tak terkalahkan Foreman III tidak memberikan gambaran akurat tentang kemampuannya. Sebagian besar lawannya memiliki rekor buruk atau baru memulai karier, sehingga sulit untuk menilai sejauh mana kemampuan sejatinya di atas ring.
Kisah Foreman III sering dibandingkan dengan Christopher Lovejoy, yang juga membangun rekor tak terkalahkan dengan melawan lawan-lawan yang lemah di Meksiko. Ketika akhirnya menghadapi lawan tangguh seperti Manuel Charr, Lovejoy terekspos dan kalah telak.
Dengan rasio KO sebesar 94%, George III jelas memiliki kekuatan pukulan yang mengesankan. Namun, pertanyaan terbesar adalah apakah ia dapat mempertahankan performanya melawan petinju dengan level lebih tinggi.
Untuk membuktikan dirinya, Foreman III perlu keluar dari zona nyaman dan menghadapi lawan yang lebih tangguh. Hanya dengan demikian ia bisa membangun reputasi yang sepadan dengan nama besar Foreman.
George Foreman III memiliki rekor yang mengesankan di atas kertas, tetapi kualitas lawan-lawan yang dihadapi membuat kariernya terasa belum teruji. Sebagai putra dari salah satu legenda terbesar tinju, ekspektasi terhadapnya sangat tinggi. Namun, hingga kini, ia belum menunjukkan ambisi yang sebanding dengan sang ayah.
Jika George III benar-benar ingin mencetak sejarah, ia harus mulai menghadapi lawan-lawan tangguh yang akan menguji kemampuannya secara nyata. Dunia tinju menantikan apakah ia akan keluar dari bayang-bayang besar sang ayah dan menciptakan jejaknya sendiri.