iNews Combat Sports – Edgar Berlanga mungkin telah kalah dalam pertarungan pertamanya melawan Saul “Canelo” Alvarez, tetapi pertarungan ulang yang direncanakan pada Februari mendatang bisa menjadi kisah balas dendam penuh bara. Petinju asal Brooklyn ini telah menunjukkan bahwa kekalahan bukanlah akhir, melainkan batu loncatan untuk menata ulang strategi dan membalikkan keadaan. Dan jika dia mampu mengalahkan Hamzah Sheeraz dalam laga WBC pada 12 Juli nanti, jalur menuju laga ulang dengan Canelo pun terbuka lebar.
Namun, untuk mengubah hasil dari kekalahan menjadi kemenangan, Berlanga membutuhkan lebih dari sekadar kepercayaan diri. Ia butuh strategi. Berikut tiga siasat yang bisa menjadi kunci Berlanga untuk mengakhiri dominasi Canelo dan mengklaim tahtanya di kelas menengah super.
“baca juga: Negara ASEAN Calon Pengganti Qatar Kualifikasi Piala Dunia 2026“
Pada pertemuan pertama mereka, Berlanga dijatuhkan dengan hook kiri Canelo di ronde kedua—pukulan khas sang juara yang telah membuat banyak lawan bertekuk lutut. Untuk bisa bertahan di ring dan bahkan mendominasi, Berlanga harus mampu menetralkan senjata ini.
Caranya? Dengan meningkatkan refleks pertahanan, memperbaiki posisi kepala, dan menghindari skema jebakan Canelo yang biasanya memancing lawan masuk ke zona hook-nya. Jika hook kiri Canelo tidak lagi efektif, sang bintang Meksiko akan kehilangan daya tekan awal yang biasanya menjadi kunci ritme serangannya.
Statistik tidak pernah berbohong. Dalam pertarungan pertama, Berlanga hanya mendaratkan 119 pukulan—terlalu sedikit untuk bisa menantang juara sekelas Canelo. Jika dia berharap bisa merebut kemenangan dalam pertandingan ulang, Berlanga harus meningkatkan volume pukulannya secara drastis.
Dia tak bisa lagi “menyimpan tenaga” hingga ronde akhir. Agresi sejak awal, kombinasi cepat, dan variasi arah pukulan bisa mengganggu konsentrasi Canelo yang terkenal sabar dan terstruktur. Volume bukan hanya tentang kuantitas, tetapi juga tentang kualitas dan waktu yang tepat. Berlanga harus menjadi mesin pukulan, bukan penonton di ring.
Yang sering terlupakan dari pertarungan pertama adalah bahwa Canelo sempat goyah saat Berlanga masuk ke dalam dan melepaskan kombinasi uppercut dari jarak dekat. Di sinilah potensi besar Berlanga tersembunyi—kemampuannya menghasilkan tenaga luar biasa dari jarak pendek.
Dia harus menggandakan strategi ini. Bertarung dari dalam adalah wilayah yang membuat Canelo tidak nyaman. Ketika lawan berdiri terlalu dekat, Canelo sulit memaksimalkan hook khasnya dan lebih sering bertahan. Berlanga harus menekan, menggiring pertarungan ke sudut, dan membombardir sang juara dengan pukulan keras dari bawah ke atas.
Saat ia melakukannya di ronde ke-12 pertarungan pertama, Canelo tampak kehilangan kontrol—dan inilah celah yang kini bisa dimanfaatkan sejak awal.
Edgar Berlanga bukan lagi petinju muda yang tampil kikuk melawan idolanya. Ia adalah sosok yang kini tahu kelemahan Canelo, memahami medan perang, dan memiliki rencana matang. Ia bukan hanya ingin menang—ia ingin merebut kembali identitasnya sebagai pemukul KO yang ditakuti.
Jika ia berhasil melewati Hamzah Sheeraz dan Canelo pun memenangkan laga 13 September, dunia tinju bisa menyaksikan salah satu duel ulang paling menarik di tahun 2025.
Kali ini, dengan strategi yang tepat, Berlanga tak akan menunggu ronde ke-12 untuk menyerang. Ia akan datang untuk menghancurkan.